Sejarah Berdirinya Kota Bandung
Tangkuban Parahu yang meletus pada masa holosen ( + 60.000 tahun yang lalu). Akibatnya daerah antara Padalarang sampai Cicalengka sepanjang + 30 Km, dan daerah antara Gunung Tangkuban Parahu sampai Soreang + 50 Km
terendam air menjadi danau besar yang kemudian disebut Danau Bandung
Purba. Menurut penelitian arkeologi danau ini mulai surut secara
beangsur-angsur pada masa neolitikum + 8000 – 7000 SM.
Secara historis, nama Bandung mulai dikenal sejak berdirinya
pemerintahan Kabupaten Bandung sekitar abad ke 17. Sebelum Kabupaten
Bandung berdiri wilayah ini disebut ”Tatar Ukur” yang wilayahnya
mencakup sebagian besar Jawa Barat di bawah dominasi kerajaan Pajajaran.
Sekitar Tahun 1579/1580 Kerajaan
Sunda Pajajaran runtuh akibat gerakan pasukan Banten dalam usaha
menyebarkan Islam di daerah Jawa Barat. Setelah Pajajaran runtuh maka
Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang yang
diperintah oleh Prabu Geusan Ulun (1580-1608).
Tahun 1620 Kerajaan
Sumedang Larang menjadi wilayah kekuasaan Mataram di bawah Sultan
Agung. Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur ( Bupati
Wedana Priangan) untuk membantu pasukan Mataram menyerang Kompeni di
Batavia. Dipati Ukur gagal melaksanakan tugas ini dan akhirnya ia
melakukan pemberontakan terhadap Sultan Agung.
Tahun 1632 Sultan Agung dapat memadamkan pemberontakan Dipati
Ukur setelah mendapat bantuan dari 3 orang dari Priangan. Atas
jasa-jasanya turut menumpas pemberontakan Dipati Ukur maka ketiga orang
tersebut oleh Sultan Agung diangkat menjadi Kepala Daerah, yaitu: Ki
Astamanggala diangkat menjadi Bupati Bandung dengan gelar Tumenggung
Wiraangunangun, Tanubaya menjadi Bupati Parakanmuncang, dan Ngabehi
Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura. Ketiga orang ini dilantik
berdasarkan Piagam Sultan Agung pada ping songo tahun Alif bulan
Muharan atau bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 20 April Tahun 1641.
Kabupaten Bandung berada di bawah pengaruh Mataram sampai akhir
tahun 1677 karena setelah itu Bandung dibawah kekuasaan Kompeni Belanda
(1677 – 1799). Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni-VOC tahun 1799 ,
Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (Dayeuh Kolot). Setelah
kekuasaan Kompeni berakhir, kekuasaan di Nusantara diambil alih oleh
Pemerintah Hindia Belanda dengan Gubernur Jendralnya yang pertama yaitu
Herman Willem Daendels (1808-1811).
Menurut naskah Sajarah Bandung, pada tahun 1809
Bupati Bandung Wiranatakusumah II beserta sejumlah rakyatnya pindah
dari Karapyak (Dayeuh Kolot) ke daerah sebelah utara Kota Bandung.
Salah satu alasan kepindahannya yaitu wilayah Karapyak sering dilanda
banjir Citarum. Semula Bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir.
Ketika Daendels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung di Jl. Asia
afrika sekarang, Bupati Bandungpun berada di sana. Daendels beserta
Bupati berjalan ke arah timur sampai disuatu tempat (depan kantor Dinas
P.U Jl. AA sekarang). Di tempat itu Daendels menancapkan tongkatnya
sambil berkata:”Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!”
(Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun
). Sebagai tindak lanjut ucapannya Daendels mengeluarkan surat
tertanggal 25 Mei 1810 yang
isinya memerintahkan Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk
memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya Pos.
Pindahnya Kabupaten Bandung ke Bandung bersamaan dengan
pengangkatan Raden Suria menjadi Patih Parakanmuncang. Kedua momentum
tersebut dikukuhkan dengan besluit (SK) tanggal 25 September 1810. Maka tanggal ini secara yuridis formal ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.
Tahun 1906 kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gemeente (kotapraja) yang berpemerintahan otonom.
Maka sejak itu pemerintahan Kabupaten Bandung terpisah dengan
pemerintahan Gemeente Bandung (Kotapraja Bandung). Ketetapan itu semakin
memperkuat fungsi Kota bandung sebagai pusat pemerintahan, terutama
pemerintahan kolonial Belanda di Kota Bandung. Semula Gemeente Bandung
dipimpin oleh Asisten Residen Priangan selaku Ketua Dewan Kota, tetapi
sejak tahun 1933 Gemeente dipimpin oleh burgemeester (walikota).
Berikut adalah
orang-orang yang pernah menjabat Bupati Bandung .
- Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 ) : angkatan Mataram.
- Tumenggung Nyili (1681), tidak lama karena mengikuti Sultan Banten.
- Tumenggung Ardikusumah (1681-1704) : angkatan Kompeni.
- Tumenggung Anggadireja I (1704-1747)
- Tumenggung Anggadireja II (1747-1763)
- R. Anggadireja III dengan gelar R.A Wiranatakusumah I (1763-1794)
- R.A Wiranatakusumah II ( 1794-1829) : kolonial Belanda.
- 8. R.A Wiranatakusumah III (1829-1846)
- R.A Wiranatakusumah IV (1846-1874)
- R. Adipati Kusumahdilaga (1874-1890)
- RAA. Martanegara (1893-1918)
Gemente ( Kotapraja) Bandung
- E.A Maurenbrecher (exofficio) (1906 – 1907)
- R.E Krijboom (exofficio) (1907 – 1908)
- J.A. Van Der Ent (exofficio) (1909 – 1910)
- J.J. Verwijk (ecofficio) (1910 – 1912)
- C.C.B Van Vlenier dan (1912 – 1913)
- B.Van Bijveld (exofficio) (1913 – 1920)
- B. Coops (1920 – 1921)
- S.A Reitsma (1921 – 1928)
- B. Coops (1928 – 1934)
- Ir. J.E.A. Van Volsogen Kuhr (1934 – 1936)
- Mr. J.M. Wesselink (1936 – 1942)
- N. Beets (1942 – 1945)
- R.A Atmadinata (1945 – 1946)
- R. Siamsurizal
- Ir. Ukar Bratakusumah (1946 – 1949)
- R. Enoch (1949 – 1956)
- R. Priatna Kusumah (1956 – 1966)
- R. Didi Jukardi (1966 – 1968)
- Hidayat Sukarmadijaya (1968 – 1971)
- R. Otje Djundjunan (1971 – 1976)
- H. Ucu Junaedi (1976 – 1978)
- R. Husein Wangsaatmaja (1978 – 1983)
- H. Ateng Wahyudi (1983 – 1993)
- Wahyu Hamijaya (1993 – 1998)
- Aa Tarmana (1998 – 2003)
- H. Dada Rosada (2003 – sekarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar