Lembang disebut sebagai KOTA BINTANG (Bersih, Indah, Nyaman, Tertib, dan Anggun). Kota Lembang dikenal di dunia internasional karena keberadaan Observatorium Bosscha yang telah berusia 80 tahun. Observatorium Bosscha memiliki fasilitas teropong bintang dan perpustakaan astronomi yang terbaik dan terlengkap koleksinya di Asia Tenggara. Dalam The Astronomical Almanac, nama Lembang tercantum sebagai salah satu tempat di antara beberapa ratus tempat di dunia yang terpilih sebagai lokasi peneropongan bintang.
Observatorium Bosscha didirikan pada 1 Januari 1923
ditandai dengan mulainya perencanaan pembangunan Refractor Ganda Zeiss
dengan diameter lensa sebesar 60 cm (24 inchi) dan panjang titik api
sekitar 11 meter. Saat pembangunannya selesai pada 7 Juni 1928, teleskop
ini menambah jajaran teleskop yang diperhitungkan di belahan Bumi
Selatan. Ketika itu teleskop besar yang mengeksplorasi langit selatan
hanya refraktor Bloemfontein 27 – inchi di Afrika Selatan (berdiri 1928) dan refraktor Mount Stromo 26 – inchi di Australia (berdiri 1925).
Teleskop utama di Observatorium Bosscha adalah refraktor Ganda Zeiss 60-cm (1928) yang digunakan untuk pengamatan bintang ganda dan planet. Berikutnya adalah teleskop tipe Schmidt “BimaSakti” dengan diameter cermin 71-cm yang merupakan satu-satunya teleskop survey di kawasan Asia Tenggara dan dibangun atas sumbangan UNESCO tahun 1960. Teleskop lainnya adalah teleskop Cassegrain GOTO 45-cm (hibah pemerintah Jepang tahun 1989), teleskop Unitron 10.2-cm dan teleskop Bamberg 37-cm.
Observatorium Bosscha merupakan sebuah laboratorium astronomi yang menjadi perintis perkembangan astronomi dan ilmu pengetahuan antariksa di Indonesia. Kontinuitas kerja dan tanggung jawab untuk mengembangkan astronomi antar generasi di Indonesia merupakan tugas penting yang dilaksanakan Observatorium Bosscha hingga saat ini. Keberadaan Observatorium ini membuka jembatan untuk beinteraksi dengan dunia ilmiah internasional melalui tukar menukar ilmu pengetahuan.
Keberadaan Observatorium Bosscha memberi kontribusi penting bagi pendidikan formal maupun informal. Observatorium ini dipergunakan sebagai laboratorium astronomi bagi pendidikan sarjana dan pasca sarjana serta sebagai model Observatorium maupun museum astronomi dalam dunia arsitek dan seni rupa. Selain itu, setiap tahun puluhan ribu siswa berkunjung ke Observatorium Bosscha untuk mempelajari alam semesta melalui interaksi langsung dengan astronom dan pengamatan benda langit menggunakan teleskop.
Observatorium Bosscha merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia sehingga lingkungan di sekitarnya perlu dijaga kelestariannya. Lingkungan Observatorium harus tetap terjaga dari polusi cahaya maupun polusi angkasa (kandungan aerosol), agar pengamatan benda langit tidak terganggu. Konservasi terhadap kawasan di sekitar Observatorium telah dilakukan dengan menjadikan Observatorium Bosscha sebagai Benda Cagar Budaya. Lingkungan konservasi tidak menghalangi “pembangunan” Lembang, namun sebaliknya, konsep pembangunan Lembang perlu difikirkan keunikannya dengan tidak meniru pembangunan kota pada umumnya.
Teleskop utama di Observatorium Bosscha adalah refraktor Ganda Zeiss 60-cm (1928) yang digunakan untuk pengamatan bintang ganda dan planet. Berikutnya adalah teleskop tipe Schmidt “BimaSakti” dengan diameter cermin 71-cm yang merupakan satu-satunya teleskop survey di kawasan Asia Tenggara dan dibangun atas sumbangan UNESCO tahun 1960. Teleskop lainnya adalah teleskop Cassegrain GOTO 45-cm (hibah pemerintah Jepang tahun 1989), teleskop Unitron 10.2-cm dan teleskop Bamberg 37-cm.
Observatorium Bosscha merupakan sebuah laboratorium astronomi yang menjadi perintis perkembangan astronomi dan ilmu pengetahuan antariksa di Indonesia. Kontinuitas kerja dan tanggung jawab untuk mengembangkan astronomi antar generasi di Indonesia merupakan tugas penting yang dilaksanakan Observatorium Bosscha hingga saat ini. Keberadaan Observatorium ini membuka jembatan untuk beinteraksi dengan dunia ilmiah internasional melalui tukar menukar ilmu pengetahuan.
Keberadaan Observatorium Bosscha memberi kontribusi penting bagi pendidikan formal maupun informal. Observatorium ini dipergunakan sebagai laboratorium astronomi bagi pendidikan sarjana dan pasca sarjana serta sebagai model Observatorium maupun museum astronomi dalam dunia arsitek dan seni rupa. Selain itu, setiap tahun puluhan ribu siswa berkunjung ke Observatorium Bosscha untuk mempelajari alam semesta melalui interaksi langsung dengan astronom dan pengamatan benda langit menggunakan teleskop.
Observatorium Bosscha merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia sehingga lingkungan di sekitarnya perlu dijaga kelestariannya. Lingkungan Observatorium harus tetap terjaga dari polusi cahaya maupun polusi angkasa (kandungan aerosol), agar pengamatan benda langit tidak terganggu. Konservasi terhadap kawasan di sekitar Observatorium telah dilakukan dengan menjadikan Observatorium Bosscha sebagai Benda Cagar Budaya. Lingkungan konservasi tidak menghalangi “pembangunan” Lembang, namun sebaliknya, konsep pembangunan Lembang perlu difikirkan keunikannya dengan tidak meniru pembangunan kota pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar