Dulu bernama Buitenzorg, sekarang, lebih dikenal dengan julukan Kota
Hujan. Kota di mana saya menghabiskan sebagian masa kecil ini telah
banyak berubah. Yang pasti, bertambah panas dan macet di setiap akhir
pekan.
Jika dulu Bogor dikenal dengan tauge goreng dan mie
yunsin, kini pilihan camilan atau makanan sebagai oleh-olehnya pun
semakin banyak. Mulai dari asinan, roti unyil, pie sampai makaroni
skotel. Walau banyak yang sudah berubah, masih banyak peninggalan
Belanda yang masih terjaga apik. Saat seharian menjelajah Bogor, saya
masih bisa menikmati perpaduan antara masa lalu dan sekarang.
Transportasi
menuju Bogor yang paling nyaman adalah menggunakan kereta dan sekarang
telah berubah menjadi komuter. Dari stasiun kereta, lokasi wajib dilihat
yang terdekat adalah Istana Bogordi jalan Ir. H. Juanda.
Istana
ini merupakan tempat peristirahatan presiden namun kini hanya digunakan
untuk kegiatan khusus pemerintahan. Jika ingin melihat ke dalam istana,
istana dibuka untuk umum pada perayaan hari ulang tahun Bogor sekitar
bulan Juni. Ada sekitar 450 koleksi lukisan dan 360 patung yang menjadi
dekorasi Istana seluas hampir dua hektar ini.
Walau tidak dapat
masuk ke dalam istana, tidak perlu kecewa karena bangunan istana ini
tetap bisa terlihat. Masih ada hal menarik yang bisa dinikmati dari
istana Bogor ini. Di hamparan halaman istana seluas 26 hektar, terdapat
ratusan rusa tutul putih. Rusa-rusa ini bukan berasal dari Indonesia,
melainkan Afrika, namun sudah dapat menyesuaikan dengan cuaca di Bogor.
Istana
Bogor ini adalah salah satu peninggalan Belanda, bersama dengan Kebon
Raya dan beberapa gedung di sekitarnya, termasuk gereja Santa Maria yang
terletak di seberang Istana. Gereja ini masuk dalam kompleks sekolah
dan bruderan Budi Mulia. Selain Istana Bogor, Kebon Raya yang berada di
belakang istana tentu harus dikunjungi.
Beberapa lokasi di kebun
yang dibangun tahun 1817 ini wajib dikunjungi seperti: beberapa taman
bunga dan kolam buatan di beberapa sudut kebun, tugu Lady Raffles yang
dibangun untuk mengenang istri Sir Thomas Stamford Raffles yang sempat
menjabat sebagai gubernur Buitenzorg, bunga bangkai atau Amorphophallus
titanium yang hanya mekar di awal hingga pertengahan tahun. Ada lima
bunga bangkai di situ, yang jika sedang mekar, tingginya bisa mencapai
2,5 meter.
Untuk mengisi perut, tidak sah jika tidak merasakan
masakan Sunda di Bogor. Tempat favorit saya untuk merasakan empal, sayur
asem, dan leunca adalah warung makan Sunda Purwakalih yang terletak di
Batutulis.
Kalau
datang pas jam makan siang, warung ini akan mudah didapati karena
jejeran mobil yang parkir di sepanjang jalan. Namun, jika bukan jam
makan siang, hati-hati terlewat karena di depan rumah makan ini tidak
ada plang nama rumah makan sama sekali. Patokannya adalah sebelum
pertigaan antara Jalan Batutulis dan Cipaku.
Warung makan ini
sudah berdiri sejak tahun 1974 dan konsisten menjual empal dan sayur
asem. Setiap harinya, sekitar 10 kilo daging sapi diolah menjadi empal
dan sayur asem. Selain empal daging dan sayur asem, menu andalan lainnya
adalah sop iga, bakwan udang, empal jeroan, pepes, dan leunca. Yang
membuat tempat ini jadi favorit, selain suasana warung yang seperti
rumah, tentu saja harga makanannya yang sangat terjangkau berkisar Rp 5
ribu - Rp 20 ribu.
Biasanya, setelah makan di situ, saya
menyempatkan diri mampir ke Asinan Bogor yang terletak di Sukasari,
tidak jauh dari Batutulis. Asinan Bogor ini juga tidak kalah lama dengan
warung Purwakalih.
November ini, usaha camilan Asinan Gedung
Dalam Bogor ini genap tiga puluh tiga tahun berjualan, mulai tahun 1978.
Saya ingat asinan ini berjualan di jalan Gedung Dalam dan kini sudah
pindah di Sukasari dan mulai memperluas tempat. Di belakang ruko di
depan jalan Sukasari, ada satu outlet lagi yang tempatnya lebih nyaman.
Variasi asinannya pun kini lebih banyak. Selain asinan sayur dan buah,
ada juga asinan jagung bakar dan asinan sayur plus kacang. Harga asinan
berkisar antara 14 hingga 16 ribu rupiah. Setiap kali keluarga jauh
datang, ibu saya selalu mampir ke tempat ini.
Ketika
meledak factory outlet, di beberapa daerah di Bogor pun langsung
menjamur dengan kemunculan bermacam factory outlet. Tetapi, factory
outlet andalan saya adalah SKI di Katulampa. Factory outlet dengan
spesialisasi menjual berbagai model tas ini kini sudah memperluas toko
dan servis-nya. Jika mampir ke Katulampa, kini tidak hanya surga tas
tetapi juga sepatu dan tempat rekreasi keluarga.
Sedangkan jika
ingin menghabiskan waktu makan malam dengan suasana yang romantis dan
merasakan suasana Bogor tempo dulu, Mit Liefde Cafe yang terletak di
Jalan Pangrango adalah pilihan yang tepat. Dengan arsitek gedung yang
tidak diubah seperti rumah Belanda tua plus menu makanan yang juga
banyak mengacu pada masakan Belanda, menyantap makan malam di Mit Liefde
terasa seperti makan malam di Bogor tempo dulu.
Menu
andalan cafe ini adalah bistik tempo dulu. Berbeda dengan stik lain
yang berkuah, bistik tempo dulu ini kering dan disajikan dengan kentang
panggang. Dagingnya pun tidak ada lemaknya. Berbeda dengan steak andalan
Cafe Mit Liefde lainnya, Elza ve Steak, yang lemak daging tidak dibuang
untuk menambah kelezatan dan dilumuri saus jamur. Selain itu ada juga
klapertaart dan poffertjes yang mantap sebagai makanan penutup. Nikmat!
bagus ulasannya
BalasHapussalam
www.paradiso-tour.com